Makalah
Manusia dan Cinta Kasih
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perjalanan hidup manusia, tidak akan pernah
lepas dari yang namanya cinta. Cinta akan selalu ada dalam suatu dimensi yang
namanya manusia. Manusia dicipta dengan penuh cinta, dan tanpa cinta manusia
tak akan lahir. Manusia diciptakan di jagad bumi mengembangan cinta dari tuhan
sebagai khalifah di muka bumi. Yang menjadi pertanyaan besar sekarang ini
adalah pemaknaan akan cinta dalam realitas hidup ini. Apakah cinta dimaknai
sebagai sesuatu yang fitrah yang mesti dijaga ataukah suatu wujud rasa yang
mesti diagungkan.
Ketika memberikan sebuah defenisi akan cinta, akan
lahir beberapa defenisi yang tentu saja akan berbeda dari segi substansi atau
hakikat cinta itu. Hal ini dikarenakan sudut pandang yang berbeda pula. Semakin
tinggi tingkat pemahaman terhadap suatu norma atau prilaku, akan semakin
kompleks penjabaran defenisi itu.
Pemberian pemaknaan akan cinta akan senasib dengan
pemberian defenisi tadi. Defenisi yang akan mengantarkan pada suatu substansi
kadang dikaburkan oleh ego bahkan nafsu seseorang. Pemaknaan yang salah sebagai
sebuah aktualisasi dari cinta seperti pacaran akan mengantarkan pada suatu
upaya untuk mendeskreditkan cinta yang luhur sebagai fitrah kemanusiaan. Disamping
itu, pemaknaan akan cinta dengan rasa suka harus berani dibedakan. Cinta adalah
fitrah yang sifatnya abstrak sehingga perwujudannya berada dalam area metafisik
(inmaterial). Sedangkan rasa suka, adalah wujud rasa ketertarikan kepada
hal yang bersifat materi.
B. Rumusan Masalah
Berdasar dari latar belakang masalah di atas, maka
penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut.
- Bagaimana pengertian cinta kasih?
- Bagaimana cinta menurut pandangan Islam dan budaya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Cinta Kasih
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, cinta
adalah rasa sangat suka kepada ataupun rasa sangat kasih atau sangat tertarik
hatinya. Sedangkan kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau
menaruh belas kasihan. Dengan demikian arti cinta kasih hampir bersamaan,
sehingga kata kasih memperkuat rasa cinta.
Walaupun cinta kasih mengandung arti hampir bersamaan,
namun terdapat perbedaan juga antara keduanya, cinta lebih mengandung
pengertian mendalamnya rasa, sedangkan kasih lebih keluarnya; dengan kata
lain bersumber dari cinta yang mendalam itulah kasih dapat diwujudkan secara
nyata.
Cinta memegang peranan penting dalam kehidupan
manusia, sebab cinta merupakan landasan dalam kehidupan perkawinan, pembentukan
keluarga dan pemeliharaan anak, hubungan yang erat di masyarakat dan hubungan
manusiawi yang akrab. Demikian pula cinta adalah pengikat yang kokoh antara
manusia dengan Tuhannya sehingga manusia menyembah Tuhan dengan ikhlas
mengikuti perintah-Nya dan berpegang teguh pada syariat-Nya.
Pengertian tentang cinta dikemukakan juga oleh Dr.
Sarlito W. Sarwono. Dikatakannya bahwa cinta memiliki tiga unsur yaitu
keterkaitan, keintiman dan kemesraan. Yang dimaksud dengan keterkaitan
adalah adanya perasaan untuk hanya bersama dia, segala prioritas untuk dia,
tidak mau pergi bersama orang lain kecuali dengan dia. Kalau janji dengan dia
harus ditepati. Unsur yang kedua adalah keintiman, yaitu adanya
kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku yang menunjukkan bahwa antara anda dengan
dia sudah tidak ada jarak lagi. Panggilan-panggilan formal seperti bapak, ibu,
saudara digantikan dengan sekedar memanggil nama atau sebutan:sayang dan
sebagainya. Unsur yang ketiga adalah kemesraan, yaitu adanya rasa ingin
membelai atau dibelai, rasa kangen kalau jauh atau lama tidak bertemu, adanya
ucapan-ucapan yang rnengungkapkan rasa sayang, dan seterusnya.
Di dalam kitab Suci Alqur’an, ditemukanya fenomena
cinta yang bersembunyi di dalam jiwa manusia. Cinta memiliki tiga
tingkatan-tingkatan : tinggi, menengah dan rendah. Tingkatan cinta tersebut di
atas adalah berdasarkan firman Alloh dalam surah At-Taubah ayat 24 yang artinya
sebagai berikut: katakanlah:jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
istri-istri keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai; adalah
lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang fasik.
B. Pembagian Cinta Menurut
Pandangan Islam dan Budaya
Ada yang berpendapat bahwa etika cinta dapat dipahami
dengan mudah tanpa dikaitkan dengan agama. Tetapi dalam kenyataan hidup manusia
masih mendambakan tegaknya cinta dalam kehidupan ini. Di satu pihak, cinta
didengungkan lewat lagu dan organisasi perdamaian dunia, tetapi di pihak lain
dalam praktek kehidupan cinta sebagai dasar kehidupan jauh dari kenyataan. Atas
dasar ini, agama memberikan ajaran cinta kepada manusia.
Dalam kehidupan manusia, cinta menampakkan diri dalam
berbagai bentuk. Kadang-kadang seseorang mencintai dirinya sendiri.
Kadang-kadang mencintai orang lain. Atau juga istri dan anaknya, hartanya, atau
Allah dan Rasulnya. Berbagai bentuk cinta ini bisa kita dapatkan dalam kitab
suci Al-Qur’an.
a. Cinta Diri
Cinta diri erat kaitannya dengan dorongan menjaga
diri. Manusia senang untuk tetap hidup, mengembangkan potensi dirinya, dan
mengaktualisasikan diri. Pun ia mencintai segala sesuatu yang mendatangkan
kebaikan pada dirinya. Sebaliknya ia membenci segala sesuatu yang
menghalanginya untuk hidup, berkembang dan mengaktualisasikan diri. Ia juga
membenci segala sesuatu yang mendatangkan rasa sakit, penyakit dan mara bahaya.
Al-Qur’an telah mengungkapkan cinta alamiah manusia terhadap dirinya sendiri
ini, kecenderungannya untuk menuntut segala sesuatu yang bermanfaat dan berguna
bagi dirinya, dan menghindar dari segala sesuatu yang membahayakan keselamatan
dirinya, melalui ucapan Nabi Muhammad SAW, bahwa seandainya beliau mengetahui
hal-hal gaib, tentu beliau akan memperbanyak hal-hal yang baik bagi dirinya dan
menjauhkan dirinya dari segala keburukan.
Diantara gejala yang menunjukkan kecintaan manusia
terhadap dirinya sendiri ialah kecintaannya yang sangat terhadap harta, yang dapat
merealisasikan semua keinginannya dan memudahkan baginya segala sarana untuk
mencapai kesenangan dan kemewahan hidup. (QS, al-Adiyat, 100:8)
b. Cinta Kepada Sesama
Manusia
Agar manusia dapat hidup dengan penuh keserasian dan
keharmonisan dengan manusia lainnya, tidak boleh tidak ia harus membatasi
cintanya pada diri sendiri dan egoismenya. Pun hendaknya ia menyeimbangkan
cintanya itu dengan cinta dan kasih sayang pada orang-orang lain, bekerja sama
dengan dan memberi bantuan kepada orang lain. Oleh karena itu, Allah ketika
memberi isyarat tentang kecintaan manusia pada dirinya sendiri, seperti yang
tampak pada keluh kesahnya apabila ia tertimpa kesusahan dan usahanya yang
terus menerus untuk memperoleh kebaikan serta kebakhilannya dalam memberikan sebagian
karunia yang diperolehnya, setelah itu Allah langsung memberi pujian kepada
orang-orang yang berusaha untuk tidak berlebih-lebihan dalam cintanya kepada
diri sendiri dan melepaskan diri dari gejala-gejala itu adalah dengan melalui
iman, menegakkan shalat, memberikan zakat, bersedekah kepada orang-orang miskin
dan tak punya dan menjauhi segala larangan Allah. Keimanan yang demikian ini
akan bisa menyeimbangkan antara cintanya kepada diri sendiri dan cintanya pada
orang lain, dan dengan demikian akan bisa merealisasikan kebaikan individu dan
masyarakat.
Al-Qur’an juga menyeru kepada orang-orang yang beriman
agan saling cinta-mencintai seperti cinta mereka pada diri mereka sendiri.
Dalam seruan itu sesungguhnya terkandung pengarahan kepada para mukmin agar
tidak berlebih-lebihan dalam mencintai diri sendiri.
c. Cinta seksual
Cinta erat kaitannya dengan dorongan seksual. Sebab
ialah yang bekerja dalam melestarikan kasih sayang, keserasian, dan kerja sama
antara suami dan istri. Ia merupakan faktor yang primer bagi kelangsungan hidup
keluarga :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu Istri-istri dan jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi yang berpikir. (QS, Ar-Rum, 30:21)
Dorongan seksual melakukan suatu fungsi penting. yaitu
melahirkan keturunan demi kelangsungan jenis. Lewat dorongan seksual lah
terbentuk keluarga. Dari keluarga terbentuk masyarakat dan bangsa. Dengan
demikian bumi pun menjadi ramai, bangsa-bangsa saling kenal mengenal,
kebudayaan berkembang, dan ilmu pengetahuan dan industri menjadi maju. Islam
mengakui dorongan seksual dan tidak mengingkarinya. Jelas dengan sendirinya ia
mengakui pula cinta seksual yang menyertai dorongan tersebut. Sebab ia
merupakan emosi alamiah dalam diri manusia yang tidak diingkari, tidak
ditentang ataupun ditekannya. Yang diserukan Islam hanyalah pengendalian dan
penguasaan cinta ini, lewat pemenuhan dorongan tersebut dengan cam yang sah,
yaitu dengan perkawinan.
d. Cinta kepada Allah
Puncak cinta manusia, yang paling bening, jernih dan
spiritual ialah cintanya kepada Allah dan kerinduannya kepada-Nya. Tidak hanya
dalam shalat, pujian, dan doanya saja, tetapi juga dalam semua tindakan dan
tingkah lakunya. Semua tingkah laku dan tindakannya ditujukan kepada Allah,
mengharapkan penerimaan dan ridho-Nya: “Katakan1ah: Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu. Allah maha pengampun lagi maha penyayang” (QS, Mi Imran, 3:31).
Cinta yang ikhlas seorang manusia kepada Allah akan
membuat cinta itu menjadi kekuatan pendorong yang mengarahkannya dalam
kehidupannya dan menundukkan semua bentuk kecintaan lainnya. Cinta ini pun juga
akan membuatnya menjadi seorang yang cinta pada sesama manusia, hewan, semua
makhluk Allah dan seluruh alam semesta. Sebab dalam pandangannya semua wujud
yang ada di sekelilingnya mempunyai manifestasi dari Tuhannya yang
membangkitkan kerinduan-kerinduan spiritualnya dan harapan kalbunya.
e. Cinta Kepada
Rasul
Cinta kepada rasul, yang diutus Allah sebagai rahmah
bagi seluruh alam semesta, menduduki peringkat ke dua setelah cinta kepada
Allah. Ini karena Rasul merupakan ideal sempurna bagi manusia baik dalam
tingkah laku, moral, maupun berbagal sifat luhur lainnya.
Seorang mukmin yang benar-benar beriman dengan sepenuh
hati akan mencintai Rasulullah yang telah menanggung derita dakwah Islam, berjuang
dengan penuh segala kesulitan sehingga Islam tersebar di seluruh penjuru dunia.
dan membawa kemanusiaan dan kekelaman kesesatan menuju cahaya petunjuk.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Cinta kasih mengandung arti hampir bersamaan, namun
terdapat perbedaan juga antara keduanya, cinta lebih mengandung pengertian
mendalamnya rasa, sedangkan kasih lebih keluarnya; dengan kata lain bersumber
dari cinta yang mendalam itulah kasih dapat diwujudkan secara nyata.
Dalam kehidupan manusia, cinta menampakkan diri dalam
berbagai bentuk. Kadang-kadang seseorang mencintai dirinya sendiri.
Kadang-kadang mencintai orang lain. Atau juga istri dan anaknya, hartanya, atau
Allah dan Rasulnya. Berbagai bentuk cinta ini bisa kita dapatkan dalam kitab
suci Al-Qur’an.
- Cinta diri
- Cinta kepada sesama manusia
- Cinta seksual
- Cinta kepada Allah
- Cinta kepada Rasul
DAFTAR PUSTAKA
Asy’arrie, Musa. Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam
Al-Que’an: Lembaga Studi Filsafat, Yogyakarta. 1992.
Mastopo, M. Habib. Manusia dan budaya kumpulan Esay:
Usaha Nasional, Surabaya. 1990.
MP. Suyadi. Ilmu Budaya Dasar: PT. Karunia,
Jakarta. 1990.
EmoticonEmoticon